Batu Bara— Sorotan tajam kembali mengarah ke Inspektorat Kabupaten Batu Bara. Lembaga pengawasan internal ini dinilai bertindak sewenang-wenang setelah membuka kembali temuan anggaran tahun 2023 di tahun 2025, tanpa dasar hukum yang jelas dan di luar ketentuan batas waktu audit.
Langkah tersebut bukan hanya dianggap sebagai pelanggaran prosedural, tetapi juga disinyalir menjadi alat tekanan terhadap sejumlah kepala desa. Dengan dalih audit, pembinaan, atau bahkan penyidikan, oknum dalam Inspektorat diduga memanfaatkan jabatan untuk menciptakan ketakutan, tekanan, bahkan membuka celah negosiasi “gelap”.
“Kalau aturan main sudah jelas, kenapa dilanggar? Jangan-jangan ada kepentingan tersembunyi. Kepala desa ditekan, dipaksa patuh pada kehendak oknum, bahkan dikondisikan agar tampak bersalah,” ujar David Sirait Seorang Jurnalis dan aktivis lokal yang Gencar menyuarakan antikorupsi.
Ketegangan makin memuncak setelah penulis memutarkan video dan rekaman suara pengakuan MDS, yang sebelumnya menjabat sebagai pendamping desa. Dalam rekaman itu, MDS dengan gamblang mengakui aliran dana dan keterlibatan sejumlah pihak.
Mendengar rekaman itu, sejumlah warga Desa pun angkat suara. “Beginilah kalau punya kades yang terlalu baik dan polos. Kami tahu, pak kades itu nggak neko-neko. Ini pasti ulah oknum Sekdes dan Ketua BPD itu,” ujar salah seorang warga yang enggan di publikasikan namanya.
Salah satu Tokoh Masyarakat dan Mantan Penyelenggara Pemilu Serta dikenal aktif di bidang Media juga menambahkan, “Sekdes itu udah ngaku sendiri kalau dia yang korupsi waktu rapat kemarin. Bahkan perangkat desa lain juga tahu soal pungli waktu perekrutan. Kasihan kepala desa, yang tadinya ada, semua hampir kejual karena ulah mereka.”
Tindakan Inspektorat yang terkesan melindungi temuan lama ini justru memunculkan kecurigaan publik. Apakah ada upaya pengalihan isu atau permainan di balik audit?
Masyarakat dan pemerhati pemerintahan sipil pun mendesak Bupati Batu Bara, BPK, hingga APH turun tangan. Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Inspektorat mutlak dilakukan. Jika terbukti terjadi pelanggaran, tindakan tegas harus dijatuhkan.
“Kalau Inspektorat jadi alat tekanan, ini bukan lembaga pengawasan lagi. Ini sudah jadi ancaman demokrasi desa,” tegas salah satu tokoh masyarakat. (Dev)