Oktober 27, 2025 5:56 am
IMG-20230610-WA0003

Deli SerdangGENEWSTV.ID

Dosen dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Harapan Medan (UNHAR) melaksanakan sosialisasi perlindungan hukum terhadap hak-hak korban kejahatan seksual berdasarkan Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 2022,di Desa Lama,Kecamatan Pantai Labu,Kabupaten Deli Serdang,pada Jum’at sore (09/06/2023).

” Undang-Undang ini merupakan angin segar bagi Perempuan dan Anak Indonesia yang paling rentan menjadi korban kekerasan seksual karena merupakan Undang-Undang, ” Lex Specialist, ” yang dapat memberikan perlindungan komprehensif terhadap korban kekerasan seksual dari hulu hingga ke hilir dengan mencegah segala bentuk kekerasan seksual,menangani, melindungi,dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum dan merehabilitasi pelaku,mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, dan menjamin ketidak-berulangan kekerasan seksual”, ujar Pretty Elisabeth Pardosi,Anggota Tim Pengabdian dari Mahasiswa.

Lebih lanjut Pretty Elisabeth Pardosi menerangkan,pengesahan Undang-Undang (TPKS) sejalan dengan salah satu isu prioritas Presiden Republik Indonesia kepada Kemen (PPPA),yaitu penurunan angka kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. ” Korban dan Negara mengalami dampak luar biasa akibat (TPKS) yang meliputi penderitaan fisik,mental,kesehatan,ekonomi, sosial,dan politik.Oleh karena itu, peraturan komprehensif yang mengatur tentang kekerasan seksual menjadi sangat di butuhkan”, tutur Pretty Elisabeth Pardosi.

Tim Pengabdian,Muslim Harahap, SH.,MH,Sugih Ayu Pratitis,SH.,M.Hum, dan Rehulina,SH.,M.Hum mengatakan, tidak hanya pemulihan,penanganan, dan penyelesaian kasus kekerasan seksual,(UU TPKS) juga mengatur mengenai pencegahan melalui partisipasi masyarakat. ” Kita harus mendorong adanya partisipasi publik, partisipasi masyarakat,terutama partisipasi keluarga untuk memastikan pencegahan bisa di laksanakan secara masif.”

Oleh karena itu,organisasi perempuan,organisasi kemasyarakatan,jaringan masyarakat, dan Pemerintah perlu melakukan berbagai upaya sosialisasi dan di seminasi,sehingga masyarakat dapat memahami esensi UU ini,” ujar Muslim Harahap,SH.,MH,Jumat (09/06/2023).

Sugih menjelaskan,terdapat beberapa terobosan hukum yang di atur dalam (UU TPKS). ” UU ini hadir dengan berperspektif hak korban untuk menangani,melindungi,dan memulihkan korban.Oleh karena itu, terdapat pengaturan hukum acara yang komprehensif mulai tahap penyidikan,penuntutan,dan pemeriksaan di pengadilan dengan memperhatikan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia,kehormatan,serta tanpa intimidasi”, jelas Sugih.

Menurut Sugih,berbeda dengan peraturan perundangan lainnya, restitusi di tetapkan sebagai pidana pokok dalam (UU TPKS). ” Selain itu, tidak dapat di lakukan penyelesaian di luar proses peradilan atau restorative justice terkait perkara (TPKS),kecuali terhadap pelaku anak sebagaimana yang di atur dalam (UU) sistem peradilan pidana anak”, ujar Sugih.

Dalam kesempatan yang sama,Kepala Sub Bagian Sumberdaya Sekretariat Pusat Indonesia Automatic Fingerprint Identification System Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Sumda Setpusinafis Bareskrim Polri), Rita Wulandari Wibowo menjelaskan, terdapat 9 jenis (TPKS) dalam (UU) tersebut,yaitu pelecehan seksual non fisik;pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi;pemaksaan strerilisasi;pemaksaan perkawinan; penyiksaan seksual;eksploitasi seksual;perbudakan seksual;dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

” Dalam Pasal 4 Ayat (2) di sebutkan bahwa tindak pidana kekerasan lainnya yang sudah di atur dalam (UU) existing,seperti pemerkosaan juga di akui sebagai (TPKS).Namun,tindak pidana yang belum di atur secara eksplisit dalam peraturan yang sudah ada,akan di sampaikan dalam penormaan dari 9 jenis (TPKS) tersebut”, kata Rita.

Lebih lanjut,Rita menegaskan,lahirnya (UU TPKS) mendorong masyarakat berani melaporkan kasus kekerasan seksual yang di lihat atau di alaminya. ” Apa bila kasusnya terjadi sebelum (UU( ini di undangkan,yaitu 9 Mei 2022,tetapi baru di laporkan,maka berlaku hukum acara mau pun tata cara penanganan kasus dengan menggunakan (UU TPKS).Berbeda ketika kasus itu sudah di laporkan sebelum (UU) ini di undangkan,maka akan menggunakan aturan hukum yang berlaku sebelumnya”, jelas Rita.

Lebih lagi,Rehulina menuturkan kehadiran (UU TPKS) merupakan penantian panjang dari seluruh perempuan Indonesia. ” (UNHAR) merasa bangga karena hasil perjuangan panjang untuk memperoleh perlindungan dari kejahatan seksual kini sudah memiliki legalitas.Namun,tidak berhenti pada adanya legalitas semata,perjuangan kita masih belum selesai,ini adalah awal tugas panjang kita untuk mendampingi,mengawal,dan mensosialisasikan implementasi (UU TPKS)”, pungkas Rehulina. (PERMADI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *