Riau — Harapan kami agar BUMN (PTPN V, red) dapat mengembalikan hak kami, kami juga minta pada Presiden agar dapat mendengarkan keluhan kami, karena kami masih rakyat Indonesia,” harapnya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PTPN V yang diduga telah merampas hak transmigran di Desa Gading Sari.
Kesejahteraan hidup dan pemerataan pembangunan merupakan tujuan utama pemerintah menjalankan program transmigrasi, selain itu juga bertujuan untuk kesatuan dan persatuan masyarakat.
Namun sangat disayangkan, pada pelaksanaan di lapangan jauh berbeda dibandingkan dengan perencanaan tersebut. Seperti yang dialami Misnawar (60) dan Amaru (70), lahan yang diperuntukkan untuk kedua Kepala Keluarga itu malah dikuasai PTPN V.
Informasi yang dihimpun Genewstv.id , Misnawar dan Amaru merupakan peserta transmigrasi tahun 1988 dengan tahun tanam 1986 oleh PTPN V di Desa Gading Sari, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar.
Berselang satu tahun setelah mendapatkan lahan transmigrasi di Desa Gading Sari, salah seorang mandor dari PTPN V dengan nama Murad datang dan meminta kedua kepala kelurga tersebut pindah ke fasilitas perkebunan dan mendapatkan uang sebesar Rp 50 ribu.
“Tidak ada kecurigaan pada masa itu, mengenai uang Rp 50 ribu itu dikatakan Mandor Murad untuk pembersihan atau upah untuk membabat rumput-rumputan yang ada di lokasi pemindahan,” ujar Misnawar dan Amaru.
Singkat cerita, pada tahun 2006, seluruh transmigran di Desa Gading Sari mendapat sertifikat hak milik (SHM), dari sinilah Misnawar dan Amaru mengetahui bahwa mereka telah dicurangi oleh PTPN V.
“Kami baru mengetahui bahwa kami memiliki hak atas lahan awal kami tempati, karena kami juga dapat sertifikat, hanya saja lahan itu tidak bisa kami kuasai hingga saat ini, sebab masih diduduki oleh perusahaan PTPN V,” tandasnya.
Padahal, Misnawar, Amaru beserta beberapa orang transmigran lainnya sudah mengantongi SHM, sedangkan PTPN V yang seharusnya memberikan hak transmigran itu masih bersikukuh untuk menduduki lahan dan melakukan replanting.
Terkait kecurangan dan perampasan hak transmigran itu, Misnawar menghaku sudah pernah mengajukan keberatan ke PTPN V, namun hingga saat ini tidak pernah ditanggapi.
“Yang kami minta hanya hak kami, tapi mengapa PTPN V tidak mau menyerahkan hak kami,” keluhnya.
Bahkan, dalam memperjuangkan hak tersebut, Misnawar juga pernah dibantu oleh beberapa LSM, BAI (Badan advokasi indonesia) untuk mengajukan keberatan mereka pada yang berwenang, namun karena PTPN V adalah BUMN yang memiliki uang banyak, hak mereka tidak juga dikembalikan.
Harapan kami agar BUMN (PTPN V, red) dapat mengembalikan hak kami, kami juga minta pada Presiden agar dapat mendengarkan keluhan kami, karena kami masih rakyat Indonesia,” harapnya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak PTPN V yang diduga telah merampas hak transmigran di Desa Gading Sari, tutup S N Nst.
SYR- Genewstv